Selasa, 04 April 2017

asal mula batu menangis

Asal mula Batu menangis



ASAL MULA BATU MENANGIS
Pada Jaman dahulu di sebuah bukit yang jauh dari desa, di bumi Kalimantan, hiduplah seorang janda miskin dan seorang anak gadisnya. Anak janda itu luar biasa cantiknya, namun sayangnya perilakunya amat buruk. Gadis itu amat pemalas, dia tak pernah mau membantu ibunya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Gadis itu ternyata sangat manja . segala permintaannya harus ditiruti, setiap kali iya meminta kepada ibunya harus selalu di kabulkan. Ia sama sekali tidak peduli keadaan ibunya yang amat miskin.
Pada suatu hari, gadis itu meminta dibelikan baju baru, meskipun sebenarnya baju-bajunya masih banyak yang baru. Dengan amat sedih ibunya terpaksa harus membongkar simpanannya agar bisa memenuhi kinginana anaknya. Keduanya segera berjalan beriringan untuk menuju ke pasar yang terletak di kota, Si gadis yang telah berdandan begitu cantik berjalan di muka dengan di iringi oleh ibunya yang berpakaian dekil dan kotor.
Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang pun memandangi keduanya. Mereka begitu terpesona melhat kecantikan gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya memandanginya. Namun orang-orang pun juga mulai berkasak-kusuk melihat ada seorang perempuan tua berpakaian seperti seorang gembel selalu mengiringi gadis nan cantik itu.
Orang-orang mulai saling bertanya di antara yang satu dengan yang lainnya. Ada yag menduga orang tua yang berpakaian luduh itu orang tua si gadis cantik, tetapi banyak pulayang berpendapat bahwa orang tua itu dayang-dayangnya. Dan si gadis yang mendengar kasak-kasuk orang desa di sepanjang jalan itu, tanpa sadar menoleh dan mengamati ibunya. Tiba-tiba dia merasa amat malu memandang sosok ibunya.
“Hai, gadis nan cantik. Apakah orang tua yang berjalan di belakangmu itu ibumu?” akhirnya orang-orang pun mulai bertanya kepada gadis itu.“bukan, ia adalah dayangku,” kata gadis itu tak mau mengakui ibunya. Keduanya pun melanjutkan perjalanannya ke pasar kota. Namun tak lama berapa kemuadian datang beberapa pemuda menggodanya.”Hai, cantik. Apakah benar yang berjalan di belakangmu itu ibumu ?”.... “bukan, bukan..! kalian jangan menghina aku ya. Mana mungkin aku mempunyai ibu sinieperti dia. Lihat, aku begini cantik, apakah mungkin ibuku seorang gembel seperti dia? Dia adalah budakku!” jawab gadis itu kembali menyangkal ibunya.Begitulah, di sepanjang perjalanan menuju ke pasar kota, si gadis selalu menyengkal ibunya.
Si ibu yang mendengar jawaban putrinya menjadi begitu sedih. Ia benar-benar tak menyangka putrinya yang amat ia sayangi tidak hanya pemalas, tetapi juga durhaka. Si ibu yang selama ini selalu menyabarkan diri menghadapi perilaku anaknya yang buruk, akhirnya tak kuasa menahan rasa kecewa dan sakit hatinya. “oh, anakku. Tega nian kau mendurhakai ibumu. Murka apa yang akan kau terima dari Tuhan Sang Pencipta, Anakku...”Berkata ibunya di dalam hati dengan pilu.seiring dengan kata-kata ibunyanitu, mendadak saja murka Tuhan datang menimpa gadis cantik namun durhaka itu. Perlahan namun pasti, tubuh gadis cantik itu berubah menjadi batu. Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, gadis cantik itu menjerit dan meratap dengan air mata bercucuran memohon ampun ibunya.”ibu...ibu ... ampunilah anakmu..!” gadis cantik itu terus meratap dan menangis memohon ampun kepada ibunya. Namun semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, orang-orang masih dapat melihat kedua mata gadis itu , matanya masih menitikan air mata seperti sedang menangis. Oleh karena itu , batu yang berasal dari gadis cantik yang terkena kutukan ibunya itu kemudian disebut “BATU MENANGIS” hingga saat ini.

Demikian Artikel tentang Batu Menangis , semoga bermanfaat bagi para pengunjung dan pembaca J

asal mula danau tendetung di banggai kepulauan

Cerita Asal Mula Danau Tendetung di Banggai Kepulauan


Pada zaman dahulu, di sebuah dusun kurang lebih 2 kilometer dari kampung kanali, ada sepasang muda-mudi yang saling mencinta. Percintaan mereka tidak mendapat restu dari kedua orang tua mereka. Menurut adat dan agama, mereka memang terlarang untuk menjadi suami isteri. Untuk memisahkan mereka, kedua orang tua si gadis berencana untuk menikahkan putrinya dengan pria lain. Sang pemuda merasa sakit hati dengan rencana tersebut dan berusaha menggagalkan pesta pernikahan tersebut. Jauh sebelumnya dia sudah memberitahukan rencana ini kepada kekasihnya. Mereka sudah sepakat untuk melarikan diri di hari tersebut.
Anda ingin tahu apa yang dilakukan pemuda tersebut? Pemuda tadi sengaja mengumpulkan binatang-binatang laut yang dimasukkan ke dalam bambu. Menurut kepercayaan saat itu, bila barang-barang tersebut diletakkan di rumah orang yang sedang berpesta, akan menimbulkan malapetaka (dalam bahasa banggai Tobibil) yang amat besar di daerah itu. Pemuda itu nekat untuk mempersunting idamannya, tanpa mempedulikan bila rencana tersebut akan menimbulkan bencana besar bagi orang lain. Dia begitu yakin bahwa dengan perbuatan yang akan dilakukan tersebut akan menimbulkan mata air yang membanjiri seluruh daerah tersebut. Karena keyakinan tersebut, jauh hari sebelumnya dia sudah menyiapkan sebuah perahu yang akan digunakan bersama kekasihnya untuk melarikan diri ke daerah lain, dan hidup bahagia di daerah yang baru.
Tepat pada hari pernikahan sang gadis, pemuda tersebut mengikatkan benda-benda pantangan yang telah dipersiapkan pada tiang utama rumah panggung yang akan dibuat pesta, dengan harapan akan timbul Tobibil. Benar perkiraannya,
pesta itu akhirnya buyar berantakan dengan timbulnya air bah yang memancar dari bawah bangunan yang telah diletakkan benda-benda larangan tersebut. Tanpa mempedulikan korban lain yang berjatuhan, pemuda tersebut segera mengajak kekasihnya naik perahu yang telah disiapkannya. Merekapun segera melarikan diri mengikuti derasnya air yang keluar dari dalam tanah tersebut.
Rupanya perbuatan mereka itu tidak hanya ditentang oleh kedua orang tuanya. Alam dan Tuhan pun ikut murka pada perbuatan tersebut, sebab banyak sekali rintangan yang menghadang pelarian kedua remaja tersebut. Pada setiap perjalanan, perahu mereka selalu dihadang oleh pohon-pohon yang tumbang, sehingga memaksa mereka untuk membelokkan arah ke tempat lain. Demikianlah, rintangan bertubi-tubi datangnya, sehingga belokan perahu itupun mencapai berpuluh-puluh tikungan. Pada belokan yang ke seratus, mendadak di depan mereka ada sebuah lobang besar berdiameter kurang lebih lima meter yang menelan air bah tersebut termasuk sepasang sejoli tadi bersama perahunya. Tak seorangpun tahu apa yang dialami oleh dua sejoli tersebut dalam tanah. Yang jelas, cita-cita mereka untuk hidup bahagia bersama musnah sudah.
Kurang lebih tiga bulan kemudian di kampung kanali muncullah dua mata air yang jernih. Jarak antara mata air yang satu dengan mata air yang lainnya kurang lebih 300 meter. Dari kedua mata air tersebut mengalirlah dua sungai yang bermuara di lautan. Akhirnya, oleh penduduk kedua sungai itu diberi nama sundano dan kekiap yaitu nama sepasang sejoli yang bernasib sial tersebut. Penduduk berkeyakinan bahwa kedua mata air itu adalah penjelmaan dari jasad muda-mudi tersebut, yang mungkin perahunya pecah di kedalaman tanah sana, sehingga tubuh mereka terlempar pada kedua mata air tersebut.
Nasib kedua sejoli ini memang telah berakhir dengan tragis, tetapi keanehan-keanehan muncul setelah peristiwa tersebut. Setiap enam bulan sekali, air yang mengalir dari awal air bah menuju lobang besar tersebut seperti tersumbat sesuatu, sehingga mengakibatkan seluruh daratan tergenang air menjadi sebuah danau yang disebut Danau Tendetung. Enam bulan kemudian air tersebut kering bagai ditelan bumi, sehingga tampaklah air sungai yang berbelokan seratus tikungan tersebut. Anehnya lagi, setiap surut atau kering, pada mata air sungai yang berkelok seratus tadi bermunculan ikan-ikan yang disebut penduduk ikan Telendek. Karena hal tersebut, banyak penduduk yang turun ke tendetung mencari ikan sekalian berdarmawisata. Akibatnya, air yang ada di Sundano dan Kekiap pun menjadi agak keruh. Karena hal ini terjadi secara rutin, penduduk sekitar, termasuk suku Bajo, yang memanfaatkan air Sundano dan Kekiap bisa menandai, kapan air danau kering dan kapan air danau naik.
Satu keanehan lagi, yang sampai kini menjadi satu pantangan yang amat dipatuhi penduduk, yakni: Air yang ada di Mata Air Sundano TIDAK BOLEH dicampurkan dengan air yang ada di Mata Air Sungai Kekiap. Apabila pantangan ini dilanggar, niscaya akan timbul sebuah malapetaka yang amat hebat (Papaak Koselese) di wilayah itu. Adapun kepercayaan penduduk yang berpendapat bahwa sungai yang di bawah tanah antara danau Tendetung dengan kedua sungai tersebut banyak belokannya, ini bisa dibuktikan. Pernah diadakan percobaan dengan cara menghanyutkan buah pinang ke dalam lobang masuk sungai di dalam tanah tadi, kemudian menjaganya di mata air sundano, dan kekiap. Ternyata, buah pinang tadi sampainya di sana sudah berwarna kuning, dan memakan waktu sekitar 3 bulan. Padahal jarak dari lubang ke mata air tersebut tidaklah jauh, kalau ditarik garis lurus, mungkin tak sampai semalam sudah sampai ke tujuan.
Ada lagi bukti lain, ada satu tempat di antara Danau Tendetung dan Kanali yang disebut daerah Ndundung, bila kaki dihentakkan akan berbunyi seperti bunyi Gong (Ndundung). Hal ini menandakan bahwa di dalam tanah ada satu lobang besar. Demikianlah kisah dibalik keunikan dan keanehan Danau tendetung. Bagi yang ingin membuktikan keunikannya secara langsung, silahkan mengunjungi Danau Tendetung yang berada di Kanali Kabupaten Banggai Kepulauan.

gurita raksasa ''molokoimbu'' di selat peling

Jum'at, 09 Oktober 2015 08:19:57   48104 pembaca  

Gurita Raksasa “ Molokoimbu” di Selat Peleng

Ilustrasi
Ilustrasi

Monster laut berupa gurita raksasa bukanlah hal yang baru, gurita raksasa banyak muncul di legenda-legenda beberapa Negara seperti jepang, dan bahkan sudah menjadi bagian dari cerita rakyat dari Negara-negara.
Di perairan Selat Peling antara Kabupaten Banggai dan Kepulauan Peling, cerita gurita raksasa tidak sekedar melegenda, namun hal itu dipercaya dan masih ada. Kraken di daerah ini dikenal dengan nama “Molokoimbu”
Penampakan Molokoimbu selalu ada ketika pergantian tahun, wujud yang tak nampak namun hanya berupa bola lampu yang muncul meninggi di permukaan laut. Warga percaya lampu lampu berjarak cukup jauh itu sengaja di munculkan molokoimbu dengan menggunakan tentakelnya.
Menurut warga yang berprofesi sebagai pelaut, Molokoimbu dipercaya suka mengganggu pelayaran yang melanggar kepercayaan setempat. Ada unsur “Pamali” misalnya Ketika berada di laut, entah itu sedang memancing atau dalam perjalanan menyeberang pulau jangan coba coba menyebut, memanggil apalagi memplesetkan kata “Molokoimbu”, jika itu dilanggar maka mahluk ini bakal menerbalikan kapal dengan cara menjerat badan kapal dengan tentakel raksasa mereka.
“Believe or not” Molokoimbu atau gurita raksasa selalu ada disetiap pergantian tahun, beberapa warga Desa Abason Kecamatan Totikum Kabupaten Banggai Kepulauan mereka mengaku sering menyaksikan hal itu dari pesisir pantai. “ Dari kejauhan ada rangkaian lampu menyala sekitar empat atau Sembilan membentuk sudut sudut bujur sangkar, dan lampu itu berasal dari ujung tentakel Molokoimbu,” ujar Afly warga setempat.
Sedangkan dieropa,  Salah satu dari kisah gurita raksasa itu adalah “legenda Kraken”. Puisi buatan tennyson didasarkan oleh monster laut yang legendaris yang pernah terlihat di pesisir Norwegia dan iceland. Bedasarkan laporan dari pelaut, kraken adalah mahluk yang memiliki ukuran yang luar biasa yang bisa saja menyerang kapal. Dengan menjerat badan kapal dengan tentakelnya. Mungkin saat ini kraken disebut sebagai gurita raksasa. Legenda kraken bersumber dari laporan pelaut perancis dimana kapalnya diserang ketika kapal mereka sedang bertolak dari pesisir angola.

masih banyak cerita lain tentang Molokimbu atau gurita raksasa, salah satunya dari bahama. Oleh penduduk setempat disebut dengan Lusca. Lusca adalah mahluk yang dilihat oleh penduduk bahama untuk waktu beberapa tahun. [IRF]

asal-usul sungai palu

Cerita Rakyat Indonesia #129: Asal-usul Sungai Palu

Secara administratif, Sungai Miu dan Sungai Gumasa merupakan bagian dari Sungai Palu-Lariang, yang terletak di Kabupaten Sigi Bromaru, bagian dari Provinsi Sulawesi Tengah. Dalam cerita rakyat Indonesia kisah Bolampa, dikisahkan bahwa dulu, duluuu sekali Sungai Miu dan Sungai Gumasa merupakan dua anak sungai yang terpisah dua. Namun, sebuah kejadian membuatnya menjadi satu. Kejadian apa itu? Peristiwa itu merupakan peristiwa kelam yang sangat memilukan hati.

Dikisahkan bahwa Raja Palu memiliki seorang permaisuri dan putra bernama Bolampa. Satu hal yang diwariskan Raja Palu kepada Bolampa adalah kesaktiannya. Dia juga kebal terhadap segala macam senjata.

Di tengah kegembiraan keduanya mengasuh Bolampa. Permaisuri hamil lagi. Namun, hal ini diam-diam menimbulkan kecemburuan di hati Bolampa. Karena, besar kemungkinan kasih sayang yang selama ini tercurahkan untuknya akan tidak ditujukan lagi untuknya, melainkan untuk adiknya.

Pada saat bersamaan, Raja Palu menderita sakit hingga menyebabkannya meninggal dunia. Kesedihan pun mewarnai Kerajaan Palu. Termasuk permaisuri dan Bolampa. Bolampa yang hatinya masih diliputi iri dengan kehadiran adiknya, segera minggat ke Desa Sidiru, di daerah Sibolga. Di sana, dia melampiaskan dendam kepada orang-orang secara membabi buta. Karena, dia terlalu kuat, tak pelak, Bolampa membuat tewas orang-orang itu. Hal ini tentu membuat masyarakat Sidiru jengkel terhadapnya. Namun, kesaktian yang diwariskan dari ayahnya membuatnya tak bisa dibunuh dengan mudah.

Bolampa heran, mengapa dia sampai bisa membunuh orang-orang. Sementara, dia sendiri tidak bisa dibunuh, bahkan kebal terhadap senjata apapun. Rasa penasaran membawanya untuk merasakan bagaimana kematian itu. Lalu, dia menyerahkan dirinya kepada orang-orang Sidiru. Orang-orang Sidiru menyambutnya dengan gembira. Namun, mereka bertanya kepada Bolampa bagaimana cara membunuh dirinya. Sedangkan, senjata yang mereka gunakan tidak mempan terhadapnya.

Bolampa kemudian mengatakan, "Bunuhlah aku selepas aku menjatuhkan diri dari pohon kelapa itu."

Bolampa kemudian naik pohon kelapa dan menjatuhkan dirinya. Orang-orang Sidiru pun mengikuti arahan Bolampa. Mereka menusuk Bolampa dalam keadaan lemah. Segera saja Bolampa tewas di tangan mereka. Jenazah Bolampa kemudian dibawa ke baruga (rumah adat) Raja Sidiru. Kepala Bolampa dipenggal dan diletakkan di tiang baruga. Setelah sebelumnya diberi tanduk yang terbuat dari emas.

Sewaktu anaknya meregang nyawa, ibu Bolampa yang sedang hamil tua berfirasat. Hatinya "kontak" dengan kejadian yang menimpa anaknya. Maka, dia mencari anaknya di Sidiru dan sampai di rumah Raja Sidiru. Begitu kaget dia melihat kepala Bolampa berada di tiang baruga. Dipanggillah Raja Sidiru sambil ngoceh-ngoceh tak karuan. Raja Sidiru pun membunuhnya. Kemudian, jenazahnya disimpan di peti mati kayu. Beberapa hari berikutnya, bayi yang dikandung permaisuri Palu lahir. [Baca kumpulan cerita rakyat Nusantara lainnya]

Bayi itu diambil oleh Raja Sidiru dan diserahkan kepada orang tua yang belum dikaruniai anak untuk dirawat. Orang tua itu senang mendapat anak dari Raja Sidiru. Mereka merawat dan mendidik anak titipan itu dengan baik dan memberinya nama Tuvunjagu. Tapi, dasar keturunan Bolampa, anak itu punya kekuatan dan sifat yang sama. Setelah dewasa, Tuvunjagu sering membunuh teman-temannya. Kedua orang tua yang semakin renta itu segera menceritakan semuanya tentang asal-usul Tuvunjagu.

Dipanggilnya Tuvunjagu untuk diceritakan asal-usulnya. "Nak, kemarilah. Bapa mau cerita sesuatu kepada kau."

"Ada apa Bapa?"

"Itu kau pernah lihat tengkorak yang terpancang di tiang baruga Raja Sidiru?"

"Ya, pernah Bapa."

"Itu adalah abang kau."

Dan diceritakan secara rinci mengenai Bolampa, ibunya, dan Tuvunjagu sendiri.

"Oh, jadi yang membunuh ibu dan kakakku adalah Raja Sidiru?" tanya Tuvunjagu dengan penuh dendam. Dendam kesumat pun bergumul di hati Tuvunjagu.

*

9 tahun berikutnya...

Raja Siddiru mengadakan pesta. Kesempatan ini tidak disia-siakan Tuvunjagu. Dia datang ke pesta itu dan mengajak putri semata wayang Raja Sidiru menari raego. Beberapa saat menari, tiba-tiba Tuvunjagu menarik parangnya dan menebas leher putri Raja Sidiru sampai pisah dari badannya. Tuvunjagu pun mengambil kepala itu dan berlari dengan cepat ke Palu. Sesampainya di Palu dia menancapkan kepala putri Raja Sidiru di tiang baruga Palu. Hal ini dilakukan sebagai pembalasan dendamnya.

Raja Sidiru segera mengumpulkan orang-orangnya untuk membalas dendam. Namun, seorang penasihat memberikan saran yang lebih bijaksana.

"Dulu, ketika Bolampa dan ibunya kita bunuh, tidak ada orang Palu yang datang ke Sidiru. Lebih baik kita buat jarak saja dengan Palu supaya Tuvunjagu tidak datang ke sini lagi supaya tidak terjadi pertumpahan darah yang lebih besar."

"Bagaimana caranya?" tanya Raja Sidiru.

"Dengan menyatukan Sungai Mui dan Sungai Gumasa."

Usul ini diterima Raja Sidiru yang langsung memerintahkan rakyat untuk menyatukan kedua sungai itu. Setelah beberapa bulan bekerja, akhirnya kedua sungai itu menyatu. Tuvunjagu pun tak pernah kembali lagi ke Sidiru. Kini, kita mengenalnya dengan nama Sungai Palu. Demikian, cerita rakyat Sulawesi tentang asal-usul Sungai Palu.